Kisah Seorang Kakek Muslim dan Anak Keturunan Yahudi
Assalamu'alaikum wr. wb.
Akhi wa ukhtina yang saya cintai dan saya sayangi (cieeeeeeeeeeeee....),setelah sekian lama aku menunggu eh salah, sekarng tibalah saya untuk membagikan sedikit apa yang pernah saya baca dari beberapa kisah teladan yang sangat saya kagumi dan sangat saya acungi jempol dalam berdakwah.
kali ini saya akan bercerita tentang seorang kakek Muslim dan seorang anak keturunan Yahudi yang akhirnya masuk ke dalam agama yang diridhai oleh Allah. begini ceritanya,,, he
Suatu tempat di Perancis sekitar 50 tahun lalu, ada seorang berkebangsaan Turki berumur 50 tahun bernama Ibrahim. Dia adalah orang tua yang menjual makanan di sebuah kedai makan. Kedai tersebut terletak di sebuah apartemen di mana salah satu penghuninya adalah keluarga Yahudi yang memiliki seorang anak bernama Jad, berumur 7 tahun.
Jad, anak Yahudi.. Hampir setiap hari datang ke kedai tempat Ibrahim bekerja, untuk membeli keperluan rumah. Setiap kali hendak keluar dari kedai, Jad selalu mengambil sepotong cokelat milik Ibrahim tanpa izin, kerana disangkanya Ibrahim tidak tahu.
Pada suatu hari lepas belanja, Jad lupa hendak mengambil cokelat. Ketika mau keluar, tiba-tiba Ibrahim memanggilnya dan memberitahu, ia lupa mengambil sepotong cokelat sebagaimana biasa. Jad terkejut, dia sangka Ibrahim tidak tahu perbuatannya selama ini. Ia pun segera meminta maaf dan takut jika Ibrahim melaporkan perbuatan itu kepada orangtuanya. “Takpa, yang penting kamu janji tak ambil lagi tanpa izin, dan setiap kali kamu mahu keluar dari sini, ambillah sepotong cokelat, itu adalah milikmu”, ujar Ibrahim kepada Jad sebagai tanda setuju dengan tindakan lalu.
Waktu terus berlalu, tahun pun berganti dan Ibrahim seorang Muslim kini menjadi seperti seorang ayah dan teman akrab bagi Jad, anak Yahudi itu. Jad pula sudah biasa bila hadapi masalah, selalu datang dan berkonsultasi kepada Ibrahim. Setiap kali Jad selesai bercerita, Ibrahim selalu mengambil sebuah buku dari laci, memberi kepada Jad dan kemudian menyuruhnya membuka secara acak.
Setelah Jad membuka, Ibrahim membaca dua lembar, menutupnya dan mulai memberi nasehat dan solusi dari masalah itu. Begitulah hari-hari yang dilalui Jad bersama Ibrahim, seorang Muslim Turki yang tua dan tidak berpendidikan tinggi.
14 tahun berlalu…
Jad kini telah menjadi seorang pemuda gagah dan berumur 24 tahun, sedangkan Ibrahim saat itu berumur 67 tahun. Ibrahim meninggal dunia, namun sebelum meninggal ia menitipkan sebuah kotak melalui anak-anaknya kepada Jad. Dalam kotak itu diletakkan buku yang selalu ia baca setiap kali Jad berkonsultasi dengannya, sebagai hadiah.
Jad sendiri, setiap kali dirundung masalah, dia selalu teringat kepada Ibrahim. Dia hanya ada sebuah buku dalam kotak itu, yang dulu selalu dibacanya bersama Ibrahim. Tetapi kitab itu berbahasa Arab sedangkan ia tidak tahu membacanya.
Suatu hari, dia pergi ke salah seorang teman bangsa Tunisia, meminta untuk membacakan dua lembar dari kitab tersebut. Rupanya, ternyata apa yang dibaca oleh temannya itu, mengena tepat pada masaalah yang dihadapinya ketika itu dan memberikan solusi kepadanya sesuai apa yang dibaca.
Jad pun terhenyak terkejut, “Buku apa ini?”
“Inilah Al-Qur’an, kitab sucinya orang Islam!” jawab temannya itu.
Jad macam tak percaya. Tetapi akhirnya, bila tenang semula dia bertanya, “Bagaimana caranya menjadi seorang Muslim?”
“Oh, mudah… Ucap syahadat dan ikut syariat! “
Tanpa ragu, Jad mengucap Syahadat dan masuk Islam!
Bagaimana Jad Islamkan 6 juta orang?
Kini Jad sudah menjadi seorang Muslim. Dia ganti namanya menjadi Jadullah Al-Qur’ani, sebagai rasa takdzim atas kitab Al-Qur’an yang begitu istimewa dan mampu menjawab seluruh problem hidupnya selama ini. Sejak itulah ia memutuskan akan menghabiskan sisa hidupnya mengabdi menyebarkan ajaran Al-Qur’an.
Mulailah Jadullah mempelajari Al-Qur’an serta memahami isinya, dilanjutkan dengan berdakwah di Eropah hingga berhasil mengIslamkan enam ribu Yahudi dan Nasrani.
Suatu hari, Jadullah membuka lembaran-lembaran Al-Qur’an hadiah dari Ibrahim itu. Tiba-tiba ia dapati sebuah lembaran bergambarkan peta dunia. Matanya tertuju pada gambar benua Afrika, nampak di atasnya tertera tanda tangan Ibrahim dan dibawah tanda tangan itu tertuliskan ayat :
((اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ…!!))
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik!!…” [QS. An-Nahl; 125]
Ia pun yakin bahwa ini adalah wasiat dari Ibrahim dan ia memutuskan untuk melaksananya. Jadullah meninggalkan Eropah dan pergi berdakwah ke negara-negara Afrika. Di antaranya adalah Kenya, Sudan selatan (yang majoriti penduduknya adalah Nasrani), Uganda serta negara-negara sekitarnya. Jadullah berjaya mengislamkan lebih dari 6,000,000 (enam juta) orang dari suku Zulu, ini baru satu suku, belum dengan suku-suku lainnya.
Akhir Hayat Jadullah.
Jadullah Al-Qur’ani, seorang Muslim sejati, da’i hakiki, menghabiskan umur 30 tahun sejak keIslamannya untuk berdakwah di negara-negara Afrika yang gersang dan berjaya mengIslamkan jutaan orang. Jadullah wafat pada tahun 2003 yang sebelumnya sempat sakit. Masa itu beliau berumur 45 tahun, dan beliau wafat semasa berdakwah.
Kisah belum selesai.
Ibu Jadullah Al-Qur’ani adalah seorang wanita Yahudi yang fanatik. Ia adalah wanita berpendidikan dan pensyarah di salah satu perguruan tinggi. Ibunya baru memeluk Islam pada tahun 2005, dua tahun sepeninggalan Jadullah. Masa itu ibunya itu berumur 70 tahun.
Ibunya bercerita…
Masa anaknya masih hidup, ia menghabiskan waktu selama 30 tahun berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan anaknya kepada Yahudi dengan berbagai macam cara.. dengan
segenap pengalaman, kemapanan ilmu dan kemampuannya. Tetapi gagal. Sedangkan Ibrahim, seorang Muslim tua yang tidak berpendidikan tinggi, mampu melunakkan hati anaknya untuk memeluk Islam..
Menurutnya, hal ini tidak lain adalah kerana Islamlah satu-satunya agama yang benar. “Mengapa Jad si anak Yahudi memeluk Islam?”
Jadullah Al-Qur’ani pernah bercerita bahawa Ibrahim yang ia kenal selama 17 tahun tidak pernah memanggilnya dengan kata-kata: “Hai orang kafir!” atau “Hai Yahudi!”. Bahkan Ibrahim tidak pernah kata sedikitpun, “Masuklah agama Islam!”
Bayangkan, selama 17 tahun Ibrahim tidak pernah sekalipun mengajarnya tentang agama, tentang Islam ataupun tentang Yahudi. Seorang tua Muslim sederhana itu tidak pernah mengajaknya diskusi masalah agama. Tetapi ia tahu bagaimana menuntun hati seorang anak kecil agar terikat dengan akhlak Al-Qur’an.
Dr. Shafwat Hijazi (salah seorang dai Mesir) yang suatu masa pernah mengikuti sebuah seminar di London dalam membahas problem Darfur serta solusi penanganan dari Kristenisasi, beliau berjumpa dengan salah seorang pimpinan suku Zolo. Ditanya apakah ia memeluk Islam melalui Jadullah Al-Qur’ani?
Ia menjawab; tidak! Namun ia memeluk Islam melalui orang yang diislamkan oleh Jadullah Al-Qur’ani.
Subhanallah! Rupanya ramai lagi orang masuk Islam melalui orang-orang yang diIslamkan oleh Jadullah Al-Qur’ani. Dan Jadullah Al-Qur’ani sendiri memeluk Islam melalui tangan seorang Muslim tua bangsa Turki yang tidak berpendidikan tinggi… Namun memiliki akhlak yang jauh dan jauh lebih luhur lagi suci.
Begitulah kisah Jadullah Al-Qur’ani, kisah nyata yang penulis dapatkan kemudian penulis terjemahkan dari catatan Almarhum Syeikh Imad Iffat. Syeikh yang digelar sebagai “Syaikh Kaum Revolusioner Mesir”. Beliau adalah seorang ulama Al-Azhar dan anggota Lembaga Fatwa Mesir yang ditembak syahid dalam sebuah insiden di Kairo pada hari Jumaat, 16 Desember 2011 silam.
Sekian semoga bisa diambil ibrahnya, semoga dapat dijadikan informasi,,,
wassalamu'alaikum wr.wb.
Akhi wa ukhtina yang saya cintai dan saya sayangi (cieeeeeeeeeeeee....),setelah sekian lama aku menunggu eh salah, sekarng tibalah saya untuk membagikan sedikit apa yang pernah saya baca dari beberapa kisah teladan yang sangat saya kagumi dan sangat saya acungi jempol dalam berdakwah.
kali ini saya akan bercerita tentang seorang kakek Muslim dan seorang anak keturunan Yahudi yang akhirnya masuk ke dalam agama yang diridhai oleh Allah. begini ceritanya,,, he
Suatu tempat di Perancis sekitar 50 tahun lalu, ada seorang berkebangsaan Turki berumur 50 tahun bernama Ibrahim. Dia adalah orang tua yang menjual makanan di sebuah kedai makan. Kedai tersebut terletak di sebuah apartemen di mana salah satu penghuninya adalah keluarga Yahudi yang memiliki seorang anak bernama Jad, berumur 7 tahun.
Jad, anak Yahudi.. Hampir setiap hari datang ke kedai tempat Ibrahim bekerja, untuk membeli keperluan rumah. Setiap kali hendak keluar dari kedai, Jad selalu mengambil sepotong cokelat milik Ibrahim tanpa izin, kerana disangkanya Ibrahim tidak tahu.
Pada suatu hari lepas belanja, Jad lupa hendak mengambil cokelat. Ketika mau keluar, tiba-tiba Ibrahim memanggilnya dan memberitahu, ia lupa mengambil sepotong cokelat sebagaimana biasa. Jad terkejut, dia sangka Ibrahim tidak tahu perbuatannya selama ini. Ia pun segera meminta maaf dan takut jika Ibrahim melaporkan perbuatan itu kepada orangtuanya. “Takpa, yang penting kamu janji tak ambil lagi tanpa izin, dan setiap kali kamu mahu keluar dari sini, ambillah sepotong cokelat, itu adalah milikmu”, ujar Ibrahim kepada Jad sebagai tanda setuju dengan tindakan lalu.
Waktu terus berlalu, tahun pun berganti dan Ibrahim seorang Muslim kini menjadi seperti seorang ayah dan teman akrab bagi Jad, anak Yahudi itu. Jad pula sudah biasa bila hadapi masalah, selalu datang dan berkonsultasi kepada Ibrahim. Setiap kali Jad selesai bercerita, Ibrahim selalu mengambil sebuah buku dari laci, memberi kepada Jad dan kemudian menyuruhnya membuka secara acak.
Setelah Jad membuka, Ibrahim membaca dua lembar, menutupnya dan mulai memberi nasehat dan solusi dari masalah itu. Begitulah hari-hari yang dilalui Jad bersama Ibrahim, seorang Muslim Turki yang tua dan tidak berpendidikan tinggi.
14 tahun berlalu…
Jad kini telah menjadi seorang pemuda gagah dan berumur 24 tahun, sedangkan Ibrahim saat itu berumur 67 tahun. Ibrahim meninggal dunia, namun sebelum meninggal ia menitipkan sebuah kotak melalui anak-anaknya kepada Jad. Dalam kotak itu diletakkan buku yang selalu ia baca setiap kali Jad berkonsultasi dengannya, sebagai hadiah.
Jad sendiri, setiap kali dirundung masalah, dia selalu teringat kepada Ibrahim. Dia hanya ada sebuah buku dalam kotak itu, yang dulu selalu dibacanya bersama Ibrahim. Tetapi kitab itu berbahasa Arab sedangkan ia tidak tahu membacanya.
Suatu hari, dia pergi ke salah seorang teman bangsa Tunisia, meminta untuk membacakan dua lembar dari kitab tersebut. Rupanya, ternyata apa yang dibaca oleh temannya itu, mengena tepat pada masaalah yang dihadapinya ketika itu dan memberikan solusi kepadanya sesuai apa yang dibaca.
Jad pun terhenyak terkejut, “Buku apa ini?”
“Inilah Al-Qur’an, kitab sucinya orang Islam!” jawab temannya itu.
Jad macam tak percaya. Tetapi akhirnya, bila tenang semula dia bertanya, “Bagaimana caranya menjadi seorang Muslim?”
“Oh, mudah… Ucap syahadat dan ikut syariat! “
Tanpa ragu, Jad mengucap Syahadat dan masuk Islam!
Bagaimana Jad Islamkan 6 juta orang?
Kini Jad sudah menjadi seorang Muslim. Dia ganti namanya menjadi Jadullah Al-Qur’ani, sebagai rasa takdzim atas kitab Al-Qur’an yang begitu istimewa dan mampu menjawab seluruh problem hidupnya selama ini. Sejak itulah ia memutuskan akan menghabiskan sisa hidupnya mengabdi menyebarkan ajaran Al-Qur’an.
Mulailah Jadullah mempelajari Al-Qur’an serta memahami isinya, dilanjutkan dengan berdakwah di Eropah hingga berhasil mengIslamkan enam ribu Yahudi dan Nasrani.
Suatu hari, Jadullah membuka lembaran-lembaran Al-Qur’an hadiah dari Ibrahim itu. Tiba-tiba ia dapati sebuah lembaran bergambarkan peta dunia. Matanya tertuju pada gambar benua Afrika, nampak di atasnya tertera tanda tangan Ibrahim dan dibawah tanda tangan itu tertuliskan ayat :
((اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ…!!))
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik!!…” [QS. An-Nahl; 125]
Ia pun yakin bahwa ini adalah wasiat dari Ibrahim dan ia memutuskan untuk melaksananya. Jadullah meninggalkan Eropah dan pergi berdakwah ke negara-negara Afrika. Di antaranya adalah Kenya, Sudan selatan (yang majoriti penduduknya adalah Nasrani), Uganda serta negara-negara sekitarnya. Jadullah berjaya mengislamkan lebih dari 6,000,000 (enam juta) orang dari suku Zulu, ini baru satu suku, belum dengan suku-suku lainnya.
Akhir Hayat Jadullah.
Jadullah Al-Qur’ani, seorang Muslim sejati, da’i hakiki, menghabiskan umur 30 tahun sejak keIslamannya untuk berdakwah di negara-negara Afrika yang gersang dan berjaya mengIslamkan jutaan orang. Jadullah wafat pada tahun 2003 yang sebelumnya sempat sakit. Masa itu beliau berumur 45 tahun, dan beliau wafat semasa berdakwah.
Kisah belum selesai.
Ibu Jadullah Al-Qur’ani adalah seorang wanita Yahudi yang fanatik. Ia adalah wanita berpendidikan dan pensyarah di salah satu perguruan tinggi. Ibunya baru memeluk Islam pada tahun 2005, dua tahun sepeninggalan Jadullah. Masa itu ibunya itu berumur 70 tahun.
Ibunya bercerita…
Masa anaknya masih hidup, ia menghabiskan waktu selama 30 tahun berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan anaknya kepada Yahudi dengan berbagai macam cara.. dengan
segenap pengalaman, kemapanan ilmu dan kemampuannya. Tetapi gagal. Sedangkan Ibrahim, seorang Muslim tua yang tidak berpendidikan tinggi, mampu melunakkan hati anaknya untuk memeluk Islam..
Menurutnya, hal ini tidak lain adalah kerana Islamlah satu-satunya agama yang benar. “Mengapa Jad si anak Yahudi memeluk Islam?”
Jadullah Al-Qur’ani pernah bercerita bahawa Ibrahim yang ia kenal selama 17 tahun tidak pernah memanggilnya dengan kata-kata: “Hai orang kafir!” atau “Hai Yahudi!”. Bahkan Ibrahim tidak pernah kata sedikitpun, “Masuklah agama Islam!”
Bayangkan, selama 17 tahun Ibrahim tidak pernah sekalipun mengajarnya tentang agama, tentang Islam ataupun tentang Yahudi. Seorang tua Muslim sederhana itu tidak pernah mengajaknya diskusi masalah agama. Tetapi ia tahu bagaimana menuntun hati seorang anak kecil agar terikat dengan akhlak Al-Qur’an.
Dr. Shafwat Hijazi (salah seorang dai Mesir) yang suatu masa pernah mengikuti sebuah seminar di London dalam membahas problem Darfur serta solusi penanganan dari Kristenisasi, beliau berjumpa dengan salah seorang pimpinan suku Zolo. Ditanya apakah ia memeluk Islam melalui Jadullah Al-Qur’ani?
Ia menjawab; tidak! Namun ia memeluk Islam melalui orang yang diislamkan oleh Jadullah Al-Qur’ani.
Subhanallah! Rupanya ramai lagi orang masuk Islam melalui orang-orang yang diIslamkan oleh Jadullah Al-Qur’ani. Dan Jadullah Al-Qur’ani sendiri memeluk Islam melalui tangan seorang Muslim tua bangsa Turki yang tidak berpendidikan tinggi… Namun memiliki akhlak yang jauh dan jauh lebih luhur lagi suci.
Begitulah kisah Jadullah Al-Qur’ani, kisah nyata yang penulis dapatkan kemudian penulis terjemahkan dari catatan Almarhum Syeikh Imad Iffat. Syeikh yang digelar sebagai “Syaikh Kaum Revolusioner Mesir”. Beliau adalah seorang ulama Al-Azhar dan anggota Lembaga Fatwa Mesir yang ditembak syahid dalam sebuah insiden di Kairo pada hari Jumaat, 16 Desember 2011 silam.
Sekian semoga bisa diambil ibrahnya, semoga dapat dijadikan informasi,,,
wassalamu'alaikum wr.wb.
Menginspirasi
BalasHapuslasealwin.info
lasealwin.blogspot.co.id