Nuryasin: Antara Akhirat dan Dunia

Assalamu'alaikum wr. wb.

Salam Kenal, ini adalah kiriman atau Entri saya yang pertama < yang kedua tunggu aja yah >. hehehe

Kali ini saya akan bercerita tentang sebuah Cerita (Cerita dalam Ceita yang diceritakan...#Opo???) dari seseorang yang saya tidak sebut namanya. Inisialnya DR sebut saja Diar Rosdayana, 22 tahun (bukan nama sebenarnya), beliau adalah seorang Ikhwan (laki-laki) *tapi kok namanya mirip cewek yah?*. Nah ketika beliau ditanya seperti itu ( yang dalam tanda *...*), beliau hanya menjawab "Ini adalah sebuah nama yang spesial untuk orang yang spesial akhi". Begitulah sedikit yang saya ketahui tentang beliau. hehehe (sok Kenal Banget Guwe)...

ya dah lah, dari pada kelamaan, di bawah ini ada sebuah cerita ketika DR di undang untuk menjadi pembicara dalam acara Kajian Tutorial PAI yang di selenggarakan di Fakultas Teknik UNY.

"BACA SAMPAI ABIS YAH, JANGAN SETENGAH-SETENGAH, KALAU MAU BERKAH"

Lansung saja, Begini Ceritanya.....


Nungguin yah.....hehehe

Gimana? Bagus khan??? :)
#Belum

Owh. OK saya gelundungkan ceritanya......






                                                   Akhirat Harus Timpang Dibanding Dunia

        Pada suatu hari, ada 3 orang pemuda yang bernama Tarjo, Steven, dan Yasin (nama karangan saya sendiri. hehe) akan melakukan sebuah perjalanan pulang kampung atau biasa disebut mudik, dari arah timur menuju ke barat bersama guru dan dua saudara silumannya untuk mencari kitab suci, (eh bukan itu mah Kera Sakit...hehehe). Ketiga pemuda ini sudah mempersiapkan diri untuk pulang dari Yogyakarta menuju ke Cilacap.

        Satu hari sebelumnya ketika hendak pulang, tiga pemuda ini sudah memesan tiket kereta api kategori bisnis (biar brandit dikit) dengan harga 170 ribu rupi'ing per tiket dengan tertulis waktu pemberangkatan pukul 04.00 WIB. Semua kebutuhan mudik yang diperlukan ketiganya sudah ditata dengan rapi, cermat dan sudah di jamin tidak ada yang ketinggalan sedikitpun, sampai-sampai kontrakannya pun ikut dibawanya. (lebay....biar puas, gak setengah-setengah). Karena sudah merasa cukup mereka pun bermain-main gitar sampai pukul 00.00 WIB.
     
         Tibalah suatu masa (mulut dikunci, suara tak ada lagi...), hari H pun sudah menyapa dengan cerianya. tanpa mereka duga dan mereka sangka, waktu pun sudah menunjukan pukul-pukulan, eh pukul 03.50 WIB. Dengan muka seadanya mereka pun langsung bergegas menuju ke stasiun agar mereka tidak ketinggalan kereta api. Ternyata setelah sampai sana, mereka mendapati kereta yang akan menemani kerinduan akan kampung mereka sudah pergi dan cuma meninggalkan kentutnya saja. he...

        Karena mereka tidak ingin waktu mudik mereka hilang 1 hari pun, seketika ketiga pemuda itu langsung menuju teminal, sebut saja Giwangan. setelah sampai disana, semua bus jurusan Jogja-Cilacap yang akan mengantarkan mereka pun tiba-tiba secara serempak tidak melakukan aktivitas kesehariannya. Tarjo pun  berinisiatif untuk menghubungi mobil charteran disekitar wilayah DIY. setelah dihubungi, ternyata masih ada satu mobil beserta sopirnya yang bisa mengantarkan mereka pulang ke kampung ke lapak kelahiran tercinta mereka. Yasin dan Steven pun sangat kegirangan sekali hingga masing-masing salto dan koprol 3 kali sambil berkata WAW....(udah gak Zamannya ching).

         Tarjo, Steven, dan Yasin akhirnya pulang dan menunggu di kontrakannya. Satu jam kemudian mobil yang mereka cahrter pun sampai dan berhenti tepat di depan kontrakan mereka. ketiga pemuda ini pun langsung keluar dengan senyuman lebar di bibir yang merah merekah dan cetar membahana tersebut. Namun seketika senyuman mereka berganti ketegangan ketika sang sopir berkata "Cepat masuk lah Cok" dengan logat kental khas medan (medan dakwah atau medan perang??? entahlah). Seketika itu, mereka pun bergegas dan langsung menuju mobil dengan membawa semua barang yang akan dibawanya.

         Masuklah Tarjo, Steven, dan Yasin ke dalam mobil itu beserta seluruh barang-barangnya (barang apa hayo???  *barang bawaan maksudnya*). Sopir berkebangsaan medan itu pun (kebangsaan? ya itulah) dengan perlahan menginjak pedal giginya, dan menarik gasnya (kebalik...!!! ya tinggal dibalik biar gak gosong. hehehe). Akhirnya perlahan-lahan mereka meninggalkan kontrakan yang menjadi saksi bisu tingkah laku mereka selama tinggal di Yogyakarta.

         Setelah beberapa lama, Steven sebagai teman seperjuangan Tarjo sejak jaman Belanda pun menanyai si supir (oh y lupa, nama supirnya itu Un Tie Dur, jadi kalo dipanggil sama orang-orang Bang Un Tie Dur = Bangun Tidur => Krik). ditanyailah mulai dari nama hingga perbincangan panjang pun terjadi dan tak terelakkan (Back Song: Jreeeeeeeng, eng ing eeeeeeng.....). Steven pun bertanya kepada Bang Un, "Bang dulu sampeyan kerjanya dimana sebelum di Jogja?", kemudian Bang Un pun menjawab "saya dulu kerja di Batam", Steven pun bertanya lagi "Batam? ngapain Pak?", "ya nyupir...", jawab Bang Un. Yasin yang kalo ngomong itu dikit banget (dikit-dikit ngomong, dikit-dikit ngomong) pun ikut bertanya "Bang, bukannya dibatam itu banyak... em...", pertanyaan Yasin belum juga selesai sudah dijawab oleh bang Un, "iya mas banyak, ceweknya cantik-canti lagi". Ternyata bang Un sudah tahu maksud dari pertanyaan yang akan ditanyakan oleh si Yasin.

         Perbincangan semakin mengarah pada hal yang sensitif, kemudian Tarjo pun penasaran dan ikut-ikutan bertanya "berarti, bapak udah  pernah begituan?". Tiba-tiba semua pandangan ketiga pemuda itu tertuju pada Bang Un, dan beliau pun mejawab "Udah", "Udah pernah main perempuan? (perempuan dimain-mainin???)" jelas Yasin. Bang Un menjawab lagi dengan lantang dan PeDenya, "Iya sudah, bahkan gak cuma satu perempuan mas, dari dalam bahkan luar negeri. Taiwan, Malaysia, singapura, dan lain-lain lah, sampai gak keitung lagi banyaknya".

         Mereka pun langsung tercengang sambil beristighfar. Yasin yang terkenal sebagai aktivis dakwah kampus (secara nama guwe gitu....hahaha) bertanya "kagak takut dosa apah pak?". Bang Un seketika menjawab "saya emang orang yang suka begituan tapi begituan itu saya imbangi dengan sedekah ke anak yatim dan shalat 5 waktu, berarti khan urusan dunia dan akhirat saya seimbang. khan berarti saya gak akan masuk neraka....".

         Tiba-tiba mobil pun berhenti disebuah desa. Tarjo, Yasin, dan Steven pun turun karena mereka tinggal dalam satu desa yang sama. dialog pun seketika berhenti...... (kalau gantung, selesaikan sendiri. orang pematerinya cuma cerita sampai situ. Maap yah..... :) )

Kesimpulan:
          Jadi, antara dunia dan akhirat itu tidak boleh kita seimbangkan dan memang harus ada ketimpangan, akhirat itu harus lebih dominan dari pada dunianya. Jika kita cuma berusaha untuk menyeimbangkan, siapa bisa menjamin keburukan dan kebaikan kita itu benar-benar seimbang. siapa tahu kejelekan kita malah yang lebih dominan dari pada kebaikan kita. Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut, usaha kongkret yang harus kita lakukan adalah berusaha sebaik mungkin untuk melakukan kebaikan dan mencegah kemungkaran agar orientasi akhirat kita lebih kita utamakan dari pada orientasi dunianya.

           Sampai sini dulu yah, tunggu kelanjutan postingannya, jika ada kesalahan saya mohon maaf, sesungguhnya tiada saya ingin melukai hati dari akhy wa ukhtina rahimakumullah melainkan hanya untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-'Ashr: 3. Terimakasih telah membaca tulisan saya ini, semoga bermanfaat.
Afwan minkum....

Billahi Taufik wal Hidayah



Wassalamu'alaikum wr. wb.

Komentar

  1. awkwkwk persaan pernah disampaiin pas ba'da isya :P

    BalasHapus
  2. Emang, maklum pemateri kondang dari Takwinul Muballighin. hehehe
    (Promosi)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer

Nuryasin: Jamaah Kristen Satu Gereja Masuk Islam Karena Kunci Surga

Kisah Seorang Kakek Muslim dan Anak Keturunan Yahudi