Kedudukan Idelogi
Berbicara tentang sebuah ideologi,
Seringkali kita mendapatkan istilah-istilah baru ketika berada di lingkungan yang memiliki tingkat intelktualnya sangat banyak dengan kemampuan yang beragam. terkadang dengan istilah itu kita merasa ada sebuah titik yang membuat kita merasa fokus terhadap istilah yang sebelumnya tidak pernah kita dengar sebelumnya. misal saat kita ada di kelas 5 SD saat mata pelajaran matematika. Kita dikenalkan dengan sebuah teori untuk menghitung sisi-sisi pada segitiga siku-siku.
Waktu itulah saat pertamakali mendengar sebuah teori yang bernama Pythagoras. setelah mendengr istilah itu, telinga kita masih terasa asing untuk menyimpan dalam memori otak kita. Hal yang kebanyakan dilakukan oleh kita adalah bertanya kepada teman satu bangku tentang istilah tersebut. kita merasa penasaran, sangat penasaran dengan istilah tersebut (Pythagoras). Rasa penasaran ini yang memaska kita fokus untuk mendengarkan penjelasan tentang teori tersebut.
Karena setiap orang memiliki tabiat tentang rasa ingin tahu dengan tingkatannya masing-masing, maka tabiat itulah yang membuat hal yang terkesan baru untuk kita menjadi pusat perhatian kita dalam waktu yang singkat ataupun bisa saja bertahan untuk waktu yang sangat lama. Hal ini bisa terjadi karena setiap orang memiliki tempat untuk mereka melakukan proses tumbuh kembang pada aspek fisik maupun non fisik.
Proses yang dinamakan penasaran ini pun akhirnya menjadi sebuah kelaziman sebagai salah satu mata rantai dari upaya kita mencari ilmu pengetahuan maupun menambah wawasan secara umum. Mendengar orang dengan kemampuan berbahasa dengan diksi yang terkesan indah dan mudah di dengar membuat kita terkadang penasaran dengan apa yang dikatakannya, meskipun terkadang tidak dapat kita pahami secara langusng apa yang sebenarnya dikatakan olehnya. Hanya terlihat sangat dalam ilmu yang dimilikinya dengan diksi yang dirangkainya menjadi kalimat-kalimat yang membuat perhatian kita tertuju padanya, apalagi jika ditambah dengan kemampuannya beretorika dan berdialektika dengan teknik public speaking yang dikuasainya.
Selanjutnya kita sebagai pendengar terkadang juga mudah tertipu dengan gaya bahasa atau pun kemampuannya dalam beretorika ketika berada dalam sebuah forum. terkadang kita hanya merasa kagum saja dengan pemikiran seseorang yang menggunakan istilah-istilah asing dalam melakukan aksinya di 'panggung materi'nya. padahal kedudukan makana sebuah kata sangatlah penting untuk kita pahami sebelum kita melakukan ekspresi-ekspresi kagum yang nantinya bisa mengganggu dan meracuni aspek-aspek pemikiran obyektif kita. padahal kedudukan kata inilah yang menjadi esensi sebelum kita melakukan justifikasi terhadap perkataan seseorang itu memiliki landasan atau kah hanya sekedar asal bicara.
Itulah prolog yang harus kita pahami sebelum kita mengupas sebuah kata yang harus jeli dalam menentukan kedudukannya sebelum kita malkukan sebuah justifikasi terhadap produk dari istilah ini dalam mindset berpikir kita. kata yang terkadang membuat kita sangat bingung menentukan kedudukan itu salah satunya adalah ideologi. banyak orang yang mengatakan idealisme adalah landasan berpikir seseorang, organisasi, perkumpulan, lembaga, dan lain sebagainya untuk selanjutnya dikontekstualisasikan ke dalam sebuah karya baik pemikiran, tulisan, maupun karya dalam bentuk lain.
Apakah benar kita melandaskan sesuatu pada sebuah ideologi? coba sejenak kita renungkan kedukdukan ideologi yang nantinya akan menentukan alur berpikir kita untuk memutuskan berbagai perkara yang ada. Secara etimologi, kata ini terdiri dari dua gabungan kata ideo dan logos yang intinya adalah ilmu tentang hakikat gagasan atau pemikiran. Jika kita pahami lebih dalam, kedudukan kata ini bisa kita pahami dengan jelas dimana seharusnya kita letakan ideologi dalam kerangka berpikir kita. apakah ideologi benar-benar menjadi dasar sebauh pemikiran, atau kah malah selama ini kita salah megartikan dan menempatkan ideologi tersebut di tempat yang tidak seharusnya.
Ide atau gagasan itu dimunculkan oleh akal, lataknya ada di otak. satu-satunya makhluk yang dikaruniai otak untuk berpikir adalah manusia. sebagaimana sering kita dengarkan pada surat Al-Baqarah:33 yang menjelaskan alasan kenapa adam dipercaya oleh Allah sebagai walinya untuk mengelola bumi atau khalifah (Al-Baqarah:30). pada ayat 33 dijelaskan oleh Allah alasan mengapa Adam yang dipilih menjadi Khalifah di muka bumi karena Adam memiliki akal yang menghasilkan ilmu pengetahuan untuk menyebutkan nama-nama benda yang Allah minta untuk disebutkan nama-namnya. Kemudian Adam sebutkan semuanya dengan tuntas. Jika kita mencermati sekilas dan memandang sebagian saja, maka kita menilai titik poin dipilihnya Adam menjadi Khalifah karena kemampuan akalnya yang dapat menjawab pertanyaan dari Allah.
Namun, jika kita lihat lebih dalam lagi maka ada satu faktor yang seharusnya dapat kita telaah. Malaikat sebelumnya mempertanyakan mengapa bukan dari golongan mereka saja yang dijadikan khalifah di muka bumi dengan ketaatan yang dimilikinya. maka dalam surat Al-Baqarah:33 Allah tunjukan jawaban tersebut kepada malaikat dan seluruh makhluk ciptaan-Nya. Jika kita salah memahami, kita pasti akan terperosok kedalam lubang pemikira yang salah kaprah. Mungkin dengan hanya melihat artinya secara tekstual saja, jika diartikan bebas dapat membahayakan pemikiran kita. Berarti Allah memilih Adam hanya karena ilmu pengetahuannya saja tanpa melihat ketaatannya dengan bukti bahwa malaikat saja yang taat tapi tidak berilmu tidak dijadikan sebagai khalifah.
Seperti itulah orang yang meletakan ideologi sebagai dasar pemikiran. Namun alur berpikir itu seharusnya menggunakan kerangka pikir yang sangat terstruktur. Yaitu, jika Malikat yang selalu taat kepada Allah saja belum dipilih oleh Allah sebagai Khalifah, apalagi kita selaku manusia yang memiliki sifat lupa dan khilaf. Di balik ilmu pengetahuan Adam ternyata ada sebuah ketaatan yang ditunjukan oleh manusia ketika hendak dijadikan sebagai Khalifah di muka bumi. Ternyata Adam juga mengamalkan ketaatan kepada Allah dengan cara mau dibimbing oleh Allah untuk diajari nama-nama benda sebelum pertanyaan itu di lemparkan kepada semua makhluk-Nya. Hal ini pun yang harus kita benar-benar jadikan pedoman bahwa apa yang ada di kepala manusia itu juga bukan apa-apa tanpa adanya sebuah ketaatan kepada Tuhannya.
Jadi, Ideologi itu yang hakikatnya adalah ilmu tentang sebuah gagasan, letak ideologi itu ada pada manusia. Hal ini dikarenakan hanya manusialah yang diciptakan dengan otak yang memiliki kemampuan untuk berpikir. Maka ideologi itu seharusnya tidak dijadikan sebagai dasar pemikiran. karena ideologi itu juga berdiri pada sebuah dasar yang seharusnya menjadi keharusan sebalum membentuk ideologi itu. Dasarnya sebuah ideologi itu adalah asas, karena asas itu adalah bersumber kepada sesuatu yang tidak terbantahkan dan tidak bisa berubah-ubah karena pemikiran manusia. Asas inilah yang menjadi dasar sebuah ideologi yang notabene ideologi merupakan hasil pemikiran manusia. Jika ideologi diletakan menjadi dasar berpikir dan bertindak maka nilai kebenaran itu akan menjadi sesuatu yang relatif, karena pemikiran manusia akan cenderung bebas jika tidak memiliki dasar. Oleh karena itu, kita seharusnya memahami kedudukan asas sebelum ideologi dan menempatkannya sesuai dengan porsi yang sesuai.
Contoh yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari adalah kita sering menjadikan undang-undang sebagai asas kita dalam kehidupan sehari-hari. Padahal undang-undang itu adalah hasil olah pemikiran sekumpulan manusia (DPR) yang tidak semuanya melihat pada sesuatu yang memang bersifat asasi. maka terkadang sering kita temui undang-undang bertentangan dengan sesuatu yang seharusnya menjadi acuan undang-undang. acuan yang menjadi dasar itu adalah undang-undang yang bersumber dari Allah (Al-Quran). Maka dari itu sesuatu yang bersifat asasi harus ditempatkan sebagai dasar kemudian sesuatu yang dinamakan sebagai ideologi menjadi aspek penguatnya. Dengan alur berpikir seperti ini, maka nilai kebenaran akan mudah terlihat. Jadi kebenaran itu bersifat obyektif dan terukur. Karena tidak seharusnya sebuah indikator kebenaran berwarna abu-abu. Oleh karena itu maka tugas kita untuk menegakan kebenaran akan sangat mudah diterima oleh semua orang. Sekali lagi, Tempakanlah asas sebagai asas dan tempatkanlah ideologi sebagai ideologi.
Seringkali kita mendapatkan istilah-istilah baru ketika berada di lingkungan yang memiliki tingkat intelktualnya sangat banyak dengan kemampuan yang beragam. terkadang dengan istilah itu kita merasa ada sebuah titik yang membuat kita merasa fokus terhadap istilah yang sebelumnya tidak pernah kita dengar sebelumnya. misal saat kita ada di kelas 5 SD saat mata pelajaran matematika. Kita dikenalkan dengan sebuah teori untuk menghitung sisi-sisi pada segitiga siku-siku.
Waktu itulah saat pertamakali mendengar sebuah teori yang bernama Pythagoras. setelah mendengr istilah itu, telinga kita masih terasa asing untuk menyimpan dalam memori otak kita. Hal yang kebanyakan dilakukan oleh kita adalah bertanya kepada teman satu bangku tentang istilah tersebut. kita merasa penasaran, sangat penasaran dengan istilah tersebut (Pythagoras). Rasa penasaran ini yang memaska kita fokus untuk mendengarkan penjelasan tentang teori tersebut.
Karena setiap orang memiliki tabiat tentang rasa ingin tahu dengan tingkatannya masing-masing, maka tabiat itulah yang membuat hal yang terkesan baru untuk kita menjadi pusat perhatian kita dalam waktu yang singkat ataupun bisa saja bertahan untuk waktu yang sangat lama. Hal ini bisa terjadi karena setiap orang memiliki tempat untuk mereka melakukan proses tumbuh kembang pada aspek fisik maupun non fisik.
Proses yang dinamakan penasaran ini pun akhirnya menjadi sebuah kelaziman sebagai salah satu mata rantai dari upaya kita mencari ilmu pengetahuan maupun menambah wawasan secara umum. Mendengar orang dengan kemampuan berbahasa dengan diksi yang terkesan indah dan mudah di dengar membuat kita terkadang penasaran dengan apa yang dikatakannya, meskipun terkadang tidak dapat kita pahami secara langusng apa yang sebenarnya dikatakan olehnya. Hanya terlihat sangat dalam ilmu yang dimilikinya dengan diksi yang dirangkainya menjadi kalimat-kalimat yang membuat perhatian kita tertuju padanya, apalagi jika ditambah dengan kemampuannya beretorika dan berdialektika dengan teknik public speaking yang dikuasainya.
Selanjutnya kita sebagai pendengar terkadang juga mudah tertipu dengan gaya bahasa atau pun kemampuannya dalam beretorika ketika berada dalam sebuah forum. terkadang kita hanya merasa kagum saja dengan pemikiran seseorang yang menggunakan istilah-istilah asing dalam melakukan aksinya di 'panggung materi'nya. padahal kedudukan makana sebuah kata sangatlah penting untuk kita pahami sebelum kita melakukan ekspresi-ekspresi kagum yang nantinya bisa mengganggu dan meracuni aspek-aspek pemikiran obyektif kita. padahal kedudukan kata inilah yang menjadi esensi sebelum kita melakukan justifikasi terhadap perkataan seseorang itu memiliki landasan atau kah hanya sekedar asal bicara.
Itulah prolog yang harus kita pahami sebelum kita mengupas sebuah kata yang harus jeli dalam menentukan kedudukannya sebelum kita malkukan sebuah justifikasi terhadap produk dari istilah ini dalam mindset berpikir kita. kata yang terkadang membuat kita sangat bingung menentukan kedudukan itu salah satunya adalah ideologi. banyak orang yang mengatakan idealisme adalah landasan berpikir seseorang, organisasi, perkumpulan, lembaga, dan lain sebagainya untuk selanjutnya dikontekstualisasikan ke dalam sebuah karya baik pemikiran, tulisan, maupun karya dalam bentuk lain.
Apakah benar kita melandaskan sesuatu pada sebuah ideologi? coba sejenak kita renungkan kedukdukan ideologi yang nantinya akan menentukan alur berpikir kita untuk memutuskan berbagai perkara yang ada. Secara etimologi, kata ini terdiri dari dua gabungan kata ideo dan logos yang intinya adalah ilmu tentang hakikat gagasan atau pemikiran. Jika kita pahami lebih dalam, kedudukan kata ini bisa kita pahami dengan jelas dimana seharusnya kita letakan ideologi dalam kerangka berpikir kita. apakah ideologi benar-benar menjadi dasar sebauh pemikiran, atau kah malah selama ini kita salah megartikan dan menempatkan ideologi tersebut di tempat yang tidak seharusnya.
Ide atau gagasan itu dimunculkan oleh akal, lataknya ada di otak. satu-satunya makhluk yang dikaruniai otak untuk berpikir adalah manusia. sebagaimana sering kita dengarkan pada surat Al-Baqarah:33 yang menjelaskan alasan kenapa adam dipercaya oleh Allah sebagai walinya untuk mengelola bumi atau khalifah (Al-Baqarah:30). pada ayat 33 dijelaskan oleh Allah alasan mengapa Adam yang dipilih menjadi Khalifah di muka bumi karena Adam memiliki akal yang menghasilkan ilmu pengetahuan untuk menyebutkan nama-nama benda yang Allah minta untuk disebutkan nama-namnya. Kemudian Adam sebutkan semuanya dengan tuntas. Jika kita mencermati sekilas dan memandang sebagian saja, maka kita menilai titik poin dipilihnya Adam menjadi Khalifah karena kemampuan akalnya yang dapat menjawab pertanyaan dari Allah.
Namun, jika kita lihat lebih dalam lagi maka ada satu faktor yang seharusnya dapat kita telaah. Malaikat sebelumnya mempertanyakan mengapa bukan dari golongan mereka saja yang dijadikan khalifah di muka bumi dengan ketaatan yang dimilikinya. maka dalam surat Al-Baqarah:33 Allah tunjukan jawaban tersebut kepada malaikat dan seluruh makhluk ciptaan-Nya. Jika kita salah memahami, kita pasti akan terperosok kedalam lubang pemikira yang salah kaprah. Mungkin dengan hanya melihat artinya secara tekstual saja, jika diartikan bebas dapat membahayakan pemikiran kita. Berarti Allah memilih Adam hanya karena ilmu pengetahuannya saja tanpa melihat ketaatannya dengan bukti bahwa malaikat saja yang taat tapi tidak berilmu tidak dijadikan sebagai khalifah.
Seperti itulah orang yang meletakan ideologi sebagai dasar pemikiran. Namun alur berpikir itu seharusnya menggunakan kerangka pikir yang sangat terstruktur. Yaitu, jika Malikat yang selalu taat kepada Allah saja belum dipilih oleh Allah sebagai Khalifah, apalagi kita selaku manusia yang memiliki sifat lupa dan khilaf. Di balik ilmu pengetahuan Adam ternyata ada sebuah ketaatan yang ditunjukan oleh manusia ketika hendak dijadikan sebagai Khalifah di muka bumi. Ternyata Adam juga mengamalkan ketaatan kepada Allah dengan cara mau dibimbing oleh Allah untuk diajari nama-nama benda sebelum pertanyaan itu di lemparkan kepada semua makhluk-Nya. Hal ini pun yang harus kita benar-benar jadikan pedoman bahwa apa yang ada di kepala manusia itu juga bukan apa-apa tanpa adanya sebuah ketaatan kepada Tuhannya.
Jadi, Ideologi itu yang hakikatnya adalah ilmu tentang sebuah gagasan, letak ideologi itu ada pada manusia. Hal ini dikarenakan hanya manusialah yang diciptakan dengan otak yang memiliki kemampuan untuk berpikir. Maka ideologi itu seharusnya tidak dijadikan sebagai dasar pemikiran. karena ideologi itu juga berdiri pada sebuah dasar yang seharusnya menjadi keharusan sebalum membentuk ideologi itu. Dasarnya sebuah ideologi itu adalah asas, karena asas itu adalah bersumber kepada sesuatu yang tidak terbantahkan dan tidak bisa berubah-ubah karena pemikiran manusia. Asas inilah yang menjadi dasar sebuah ideologi yang notabene ideologi merupakan hasil pemikiran manusia. Jika ideologi diletakan menjadi dasar berpikir dan bertindak maka nilai kebenaran itu akan menjadi sesuatu yang relatif, karena pemikiran manusia akan cenderung bebas jika tidak memiliki dasar. Oleh karena itu, kita seharusnya memahami kedudukan asas sebelum ideologi dan menempatkannya sesuai dengan porsi yang sesuai.
Contoh yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari adalah kita sering menjadikan undang-undang sebagai asas kita dalam kehidupan sehari-hari. Padahal undang-undang itu adalah hasil olah pemikiran sekumpulan manusia (DPR) yang tidak semuanya melihat pada sesuatu yang memang bersifat asasi. maka terkadang sering kita temui undang-undang bertentangan dengan sesuatu yang seharusnya menjadi acuan undang-undang. acuan yang menjadi dasar itu adalah undang-undang yang bersumber dari Allah (Al-Quran). Maka dari itu sesuatu yang bersifat asasi harus ditempatkan sebagai dasar kemudian sesuatu yang dinamakan sebagai ideologi menjadi aspek penguatnya. Dengan alur berpikir seperti ini, maka nilai kebenaran akan mudah terlihat. Jadi kebenaran itu bersifat obyektif dan terukur. Karena tidak seharusnya sebuah indikator kebenaran berwarna abu-abu. Oleh karena itu maka tugas kita untuk menegakan kebenaran akan sangat mudah diterima oleh semua orang. Sekali lagi, Tempakanlah asas sebagai asas dan tempatkanlah ideologi sebagai ideologi.
Komentar
Posting Komentar