Kenyamanan & Kepercayaan

Bismillah,
Waktunya hanya beberapa menit pasca shalat maghrib, seketika melihat sisi kiri mushola ada dua buah warung makan yang menyajikan susana kesederhanaan khas kota ini. warung yang satu adalah milik ibu-ibu muda, kemudian yang di sampingnya itu milik ibu-ibu paruh baya.
Entah kenapa, mungkin karena gemar bersosialisasi, saya mampir ke warung makan milik ibu-ibu paruh baya, sebut saja Sulastri, 18 tahun, bukan nama sebenarnya (kayak di tipi tipi.. hehe). umum saja jika di jogja kita melihat keramahan (yang sudah mulai hilang di kalangan anak mudanya) seorang penjual kepada calon pelanggannya.
Ya, mampirlah saya ke warung itu, saya memulai bertanya dalam bahasa krama sesuai kemampuan yang saya miliki, hm kategorinya krama lugu (tidak terlalu halus). kemudian suasana menjadi lumayan akrab dan sangat cair (sampe netes-netes.. hehe,).
A: "Sudah lama Bu buka usaha warung makan?"
B: "Ya Alhamdulillah sudah dua tahun"
A: "Sendirian kah Bu di sini?"
B: " Sama anak perempuan saya, tapi tadi sudah pulang duluan, dia yang sering membantu saya di sini"
A: "Oh ya Bu, sewa kios disini berapa Bu kalo boleh tau?"
B: "500rb perbulan, pertahunnya 6 juta"
A: "wah di tempat seramai ini, berarti dagangannya cepet habis ya Bu? hehe"
B: "Ya Alhamdulillah si mas, di syukuri saja, sampai saat ini masih bisa bertahan"
Suasana semakin lama semakin akrab kemudian tiba saat yang membuat saya malu sendiri. Oh ya, di warung itu hanya ada pembicaraan empat mata, antara saya dengan Ibu penjaga warung.
B: "Oh iya mas, saya mau shalat dulu (masih awal waktu)..."
A: "Oh iya Bu,,," (sambil memberhentikan aktivitas makan sejenak)
sepuluh menit kemudian Ibu itu pun kembali lagi, dalam hati saya masih berpikir dan merasa kagum akan keberadaan Ibu ini yang masih menyempatkan shalat diawal waktu yang notabene beliau adalah seorang penjual di warung dan ditempat keramaian, mungkin jika ada yang menganggap hal itu wajar ya memang wajar saja. karena itu hubungan Transendental antara hamba kepada Tuhannya.
Namun rasa percaya beliau kepada sesama muslim yang akhirnya membuat saya merasa kagum, siapa saya yang baru saja mampir ke warung itu kemudian dilayani seperti biasa, namun seketika hanya dalam waktu sekitar sepuluh menit saja beliau langsung mempercayakan "dunianya" kepada bocah yang bisa saja menyalahgunakan kesempatan seperti itu.
Sebuah pelajaran istimewa setelah sekian lama tidak bepergian. Ternyata setelah saya telisisik lebih dalam, intuisi saya waktu itu berspekulasi bahwa "Rasa nyaman akan memberikan energi positif yang membuka pintu-pintu keterbukaan dalam sebuah ruangan eksklusif bernama kepercayaan".
Giwangan, 24/3/2016
di Kota Istimewa
D.I. Yogyakarta

Komentar

Postingan Populer

Nuryasin: Jamaah Kristen Satu Gereja Masuk Islam Karena Kunci Surga

Kisah Seorang Kakek Muslim dan Anak Keturunan Yahudi