Hakikat Peradaban Barat-Nuryasin

Bismillah...
Beberapa intisari dari Buku Liberalisasi Pemikiran Islam karya Hamid Fahmy Zkarsyi.
Tentang "Hakikat Peradaban Barat"
a.       Barat Modern (sampai abad 18)
Pandangan hidup barat disebut scientific worldview (semangat modernisme yang disulut dari semangat scientific. scientific worldview mengandalkan rasionalisasi, yang selanjutnya menjadi prinsip dalam mengatur kehidupan dalam segala bidang sehingga meninggalkan theistic worldview (pandangan hidup dengan konsep Tuhan sebagai Sentral kehidupan). Selanjutnya muncul dikotomi pandangan hidup theistik dan scientific. Scientific worldview yang mengandalkan rasionalitas ini kemudian menghadirkan tema baru dalam kehidupan yang bernama sekulerisme.
Asas-asas peradaban Barat:
1.       Rasionalisme (Logika ilmu pengetahuan/ sains)
2.       Sekulerisme (memisahkan konsep ketuhanan dan ilmu pengetahuan sains)
3.       Dualisme (dikotomi, membagi dua cara pandang realitas)
4.       Humanisme (sebab sekularisasi, desakralisasi dan kekecewaan terhadap qodrat)
Pembagian zaman di Barat:
1.       Dark Ages (zaman kegelapan)
2.       Translation Ages (Zaman Penerjemahan) à 1050-1150 M
3.       Renaissance (Zaman Pencerahan)
4.       France Revolution (Revolusi Perancis)
5.       Industrialisasi Inggris
Perkembangan peradaban barat bertumpu kepada rasion dan spekulasi filosofis yang memisahkan segala sesuatu dari nilai-nilai transendental. Pendekatan moral bersifat dikotomis, pemikirannya terbuka dan labil, makna realitas dan kebenaran hanya terbatas kepada realitas sosial, kultutal, empiris, dan segala hal yang bisa dirasionalisasikan. Namun sampai abad ke-18 masih bisa bisa dianggap sebagai abad metafisika dimana agama masih mempunyai pengaruh terhadap pemikiran orang-orang didalamnya disamping gejolak pemikiran atas nama kebebasan (liberalisasi rasionalisme)  dan persamaan (equality humanisme).
b.       Barat Postmodern
Gerakan pemikiran sebagai protes modernisme dan atau kelanjutannya. Kebebasan dan persamaan adalah inti dari zaman modernisme. Selanjutnya pada abad ke-19 muncul pertanyaan terhadap gerakan filsafat yang memegang prinsip keraguan akan realitas. Selanjutnya absolusika lambat laun terganttisme adalah sasaran yang harus diingkari dan diserang dalam disiplin ilmu filsafat, terutama filsafat metafisika obyektif. Sistem metafisika lambat laun tergantikan oleh eksistensialisme dan filsafat analitik. Zaman inilah yang disebut zaman postmodernisme, zaman dimana pemikiran metafisis hilang dalam struktur pemikiran manusia.
Titik perubahan struktur pemikiran manusia dari metafisis kepada analitis dapat dirujuk dari pemikiran Karl Marx, Nietzsche. Terutama pemikiran mereka terhadap agama. Bahkan kebenaran obyektif atau saintifik sudah tidak dipercaya lagi. Hal ini bisa dilihat dalam pemikiran Imanuel Kant, Hegel, dan juga Karl Marx yang mengatakan bahwa masyarakat Barat adalah progresif dan tidak pernah final dalam mencapai kesempurnaan dengan evolusi, perkembangan sosial, pendidikan dan pemanfaatan sains.
Nietzsche yang merupakan pemikir awal zaman posmo yang mencetuskan teori nihilisme. Nihilisme dimulai dari penghapusan nilai dan penggusuran tendensi yang mengagungkan adanya otoritas. Proyek besar dari nihilisme ini memiliki adalah deklarasi akan kematian Tuhan. Jika konsep metafisis memiliki tujuan untuk mencari kebenaran maka kebenaran pada hal ini telah dianggap seperti Tuhan. Padahal menurut Nietzsche kebenaran atas dasar metafisis sama saja dan tidak lebih dari nilai-nilai subyektif yang boleh jadi juga salah sebagaimana kepercayaan dan opini maunsia. Oleh karena itu, Nietzsche menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara benar dan salah. Maka menurutnya jika kita menolak kesalahan, maka kita juga harus menolak kebenaran. Membuang satu berarti juga harus membuang yang lain (to do away with one is to do away with other too).

Teori nihilisme (europen nihilisme) memunculkan makna baru tentang perbedaan, kemudian dapat dilihat dengan jelas apa yang kini disebut dengan “the philosophy of difference”. Perbedaan adalah hasil dari kehendak untuk berkuasa (will to power) atau kehendak untuk menafsirkan (will to interpret). The philosophy of diference ini kemudian menjadi penghubung nihilisme dengan hermenetika (filsafat interpret). Jadi di zaman postmodern ini diskursus pemikir posmo dianggap sebagai makna, ekstrimnya segala sesuatu adalah makna, makna adalah segala sesuatu, dan hermeneutika adalah nabinya. Atmosfir pemikrian posmo dengan doktrin subyektifitas dan relativitas kebenaran ini adalah faktor penting lahirnya pulralisme agama, paham yang diusung oleh liberalisme. 

Semoga tulisan ini bermanfaat,

Komentar

Postingan Populer

Nuryasin: Jamaah Kristen Satu Gereja Masuk Islam Karena Kunci Surga

Kisah Seorang Kakek Muslim dan Anak Keturunan Yahudi