Masyasih? #10 Getas, Kita Bermental Fragile atau Bermental Pejal Kah?
Bismillah,
GetasAgaknya ini yang harusnya mental kita hindari sebagai pegiat kebaikan. Getas itu tidak lah lembek, justru benda yang getas itu seringkali terbuat dari material yang keras.
Manusia yang mentalnya getas itu punya kemauan, punya obsesi, punya kekuatan, namun tidak tahan uji berkali kali. Tidak semua manusia demikian.
Banyak pula manusia² keren bermental kuat yang diuji berkali kali selalu dihadapi tanpa melipir sedikit pun, terpukul telak bangkit lagi, tersungkur lemah bangun lagi, terengah-engah melangkah lagi, berlari kembali.
Baginya, Tidaklah sama antara orang yang duduk duduk tanpa halangan apapun dibanding pejuang yang mengorbankan harta dan jiwanya. Dan ia yakin, pasti Allah naikan derajatnya.
Sebagaimana dalam sebuah ayat dalam Q.S. An Nisa: 95 disebutkan bahwa,
لَا يَسْتَوِي الْقاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجاهِدِينَ بِأَمْوالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلاًّ وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجاهِدِينَ عَلَى الْقاعِدِينَ أَجْراً عَظِيماً
Artinya, "Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar"
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan sebuah peristiwa yang membuat Allah merevisi wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Imam Bukhari meriwayatkan sebuah peristiwa yang bersumber dari Marwan Ibnul Hakam yang mendengar cerita langsung dari Zaid Bin Sabit. Ketika itu Zaid Bin Sabit diperintahkan oleh nabi Muhammad SAW menuliskan wahyu yang berbunyi, "Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah".
Salah seorang sahabat nabi, yaitu Ibnu Ummi Maktum, atau menurut riwayat dari jalur Imam At Tirmidzi bahwa Ibnu Abbas menceritakan saat hendak bertolak untuk berjihad dalam perang Badar, ada dua sahabat tuna netra yaitu Abdullah Ibnu Jahsy dan Ibnu Ummi Maktum menyampaikan jika mereka juga ingin ikut berperang menuju Badar, namun sebagaimana diketahui mereka adalah dua orang tuna netra, kemudian menanyakan kepada Rasulullah Muhammad SAW apakah ada keringanan untuk orang-orang seperti mereka?
Kemudian Allah SWT turunkan tambahan ayat untuk melengkapi penjelasan bahwa mereka yang memiliki uzur mendapatkan keringanan untuk tidak ikut bertolak ke medan perang. Begitu istimewanya kedudukan
dua sahabat ini hingga Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW untuk merevisi ayat yang diturunkan kepadanya.
Begitu maha pemurahnya Allah melihat kegigihan dua sahabat radhiyallahu'anhuma dengan kesungguhan ingin ikut berperang namun terhalang uzur karena tidak memiliki kemampuan untuk melihat, Allah izinkan untuk tidak ikut berperang.
Menurut riwayat Imam Ahmad, dari sebuah peristiwa yang Kharijah Bin Zaid bahwa Zaid Bin Sabit pernah menceritakan bahwa ketika beliau dengan duduk di sebelah Nabi Muhammad SAW, kemudian beliau SAW mengangkat pahanya dan meletakkan di atas paha Rasulullah SAW, setelah itu membacakan ayat di atas.
Zaid Bin Sabit menyampaikan bahwa belum pernah ia merasakan beban seberat itu ketika wahyu turun. Setelah selesai, Rasulullah SAW mendapat ketenangan kembali hingga saat mendengar pertanyaan dari Ibnu Ummi Maktum kemudian paha Rasulullah SAW kembali terasa berat seperti awal wahyu tersebut diturunkan.
Maka, tentu ayat ini menjelaskan betapa tingginya derajat orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Peristiwa langka ini seharusnya membuat kita semakin meneladani perjuangan Rasulullah SAW dan para sahabat yang Allah teguhkan hatinya untuk selalu membantu dengan harta dan jiwanya.
Mari, kita teladani agar kita bisa berada satu barisan dengan Rasulullah SAW dan kita mendapatkan nikmat terbesar berupa perjumpaan antara kita dengan Sang Khaliq, Allah SWT. Maka tak usah ragu akan balasan surga dari Allah dan satu tingkat derajat yang Allah janjikan kepada hamba-hamba Nya yang selalu berjuang menyebarkan dakwah dengan segenap harta dan jiwanya.
Ibnu Katsir rahimahullahu menuliskan di akhir tafsir pada ayat ini mengenai penjelasan satu derajat yang dimaksud berdasarkan penjelasan Rasulullah SAW kepada Abdullah Ibnu Mas'ud dalam sebuah hadits,
" مَنْ بَلَغَ بِسَهْمٍ فَلَهُ أَجْرُهُ دَرَجَةٌ " فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الدَّرَجَةُ؟ فَقَالَ: " أَمَا إِنَّهَا لَيْسَتْ بِعَتَبَةِ أُمُّكَ، مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ مِائَةُ عَامٍ "
Artinya: "Barang siapa yang melepaskan anak panah (di jalan Allah), baginya pahala satu derajat. Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah derajat itu?" Nabi Saw. menjawab: Ingatlah, sesungguhnya derajat itu bukan tangga naik yang ada pada pintu rumah ibumu, jarak antara dua derajat adalah seratus tahun (perjalanan)."
Wallahu A'lam Bishshawab... :)
Komentar
Posting Komentar